Jumat, 07 Juni 2013

Assalamualaikum, ketemu lagi dengan saya :D, pada kesempatan kali ini saya akan share mengenai Flora dan Fauna Khas dari Sumatera Selatan. Apa aja sih yang Khas dari Provinsi yang satu ini?, mending langsung aja yukk..

Duku
Duku adalah nama umum dari sejenis buah-buahan anggota suku Meliaceae. Tanaman yang berasal dari Asia Tenggara sebelah barat ini dikenal pula dengan nama-nama yang lain seperti langsat, kokosan, pisitan, celoring dan lain-lain dengan pelbagai variasinya. Nama-nama yang beraneka ragam ini sekaligus menunjukkan adanya aneka kultivar yang tercermin dari bentuk buah dan pohon yang berbeda-beda.

Sebagai tanaman bertajuk menengah, duku tumbuh baik dalam kebun-kebun campuran (wanatani). Tanaman ini, terutama varietas duku, menyukai tempat-tempat yang ternaung dan lembap. Di daerah-daerah produksinya, duku biasa ditanam bercampur dengan durian, petai, jengkol, serta aneka tanaman buah dan kayu-kayuan lainnya, meski umumnya duku yang mendominasi.

Beda Duku, Langsat dan Kokosan
Kelompok yang dikenal sebagai duku (L. domesticum var. duku) umumnya memiliki pohon yang bertajuk besar, padat oleh dedaunan yang berwarna hijau cerah, dengan tandan yang relatif pendek dan berisi sedikit buah. Butiran buahnya besar, cenderung bulat, berkulit agak tebal namun cenderung tidak bergetah bila masak, umumnya berbiji kecil dan berdaging tebal, manis atau masam, dan berbau harum.

Langsat (L. domesticum var. domesticum) kebanyakan memiliki pohon yang lebih kurus, berdaun kurang lebat yang berwarna hijau tua, dengan percabangan tegak. Tandan buahnya panjang, padat berisi 15–25 butir buah yang berbentuk bulat telur dan besar-besar. Buah langsat berkulit tipis dan selalu bergetah (putih) sekalipun telah masak. Daging buahnya banyak berair, rasanya masam manis dan menyegarkan. Tak seperti duku, langsat bukanlah buah yang bisa bertahan lama setelah dipetik. Dalam tiga hari setelah dipetik, kulit langsat akan menghitam sekalipun itu tidak merusak rasa manisnya. Hanya saja tampilannya menjadi tidak menarik.

Kokosan (L. domesticum var. aquaeum) dibedakan oleh daunnya yang berbulu, tandannya yang penuh butir buah yang berjejalan sangat rapat, dan kulit buahnya yang berwarna kuning tua. Butir-butir buahnya umumnya kecil, berkulit tipis dan sedikit bergetah, namun sukar dikupas. Sehingga buah dimakan dengan cara digigit dan disedot cairan dan bijinya (maka disebut kokosan),[1] atau dipijit agar kulitnya pecah dan keluar bijinya (maka dinamai pisitan, pijetan, bijitan).[6] Berbiji relatif besar dan berdaging tipis, kokosan umumnya berasa masam sampai masam sekali.

Manfaat
Duku terutama ditanam untuk buahnya, yang biasa dimakan dalam keadaan segar. Ada pula yang mengawetkannya dalam sirup dan dibotolkan.[1] Kayunya keras, padat, berat dan awet, sehingga kerap digunakan sebagai bahan perkakas dan konstruksi rumah di desa, terutama kayu pisitan.

Beberapa bagian tanaman digunakan sebagai bahan obat tradisional. Biji duku yang pahit rasanya, ditumbuk dan dicampur air untuk obat cacing dan juga obat demam. Kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat disentri dan malaria; sementara tepung kulit kayu ini dijadikan tapal untuk mengobati gigitan kalajengking. Kulit buahnya juga digunakan sebagai obat diare; dan kulit buah yang dikeringkan, di Filipina biasa dibakar sebagai pengusir nyamuk. Kulit buah langsat terutama, dikeringkan dan diolah untuk dicampurkan dalam setanggi atau dupa.


Ikan Belida
Ikan lopis merupakan jenis ikan sungai yang tergolong dalam suku Notopteridae (ikan berpunggung pisau). Ikan ini lebih populer dengan nama ikan belida/belido, yang diambil dari nama salah satu sungai di Sumatera Selatan yang menjadi habitatnya. Orang Banjar menyebutnya ikan pipih. Jenis ini dapat ditemui di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Semenanjung Malaya, meskipun sekarang sudah sulit ditangkap karena rusaknya mutu sungai dan penangkapan. Ikan ini merupakan bahan baku untuk sejenis kerupuk khas dari Palembang yang dikenal sebagai kemplang. Dulu lopis juga dipakai untuk pembuatan pempek namun sekarang diganti dengan tenggiri. Tampilannya yang unik juga membuatnya dipelihara di akuarium sebagai ikan hias.

Ikan air tawar, pemangsa ikan kecil dan krustasea, dewasa berukuran 1,5-7 kg, dengan ciri khas ikan berpunggung pisau: punggungnya meninggi sehingga bagian perut tampak lebar dan pipih. Lopis dicirikan melalui sirip duburnya yang menyambung dengan sirip ekor berawal tepat di belakang sirip perut yang dihubungkan dengan sisik-sisik kecil. Bentuk kepala dekat punggung cekung dan rahangnya semakin panjang sesuai dengan meningkatnya umur sampai jauh melampaui batas bagian belakang mata pada ikan yang sudah besar.

Betina memiliki sirip perut relatif pendek dan tidak menutup bagian urogenital, alat kelamin berbentuk bulat. Ketika birahi (matang gonad), bagian perut membesar dan kelamin memerah. Jantan memiliki sirip perut lebih panjang dan menutup bagian urogenital, alat kelamin berbentuk tabung, ukuran lebih kecil daripada betina. Jika jantan siap pijah alat kelamin memerah dan mengeluarkan cairan putih (cairan sperma) jika ditekan/diurut.

Larva bersifat kanibal sehingga perlu perlindungan. Benih berusia 3 hari sudah mulai dapat makan udang artemia. Benih berusia satu bulan sudah dapat dideder di akuarium, dan satu bulan kemudian siap dideder di kolam. Ikan dengan ukuran 15cm siap untuk pembesaran.

Belida lebih aktif pada malam hari, dan mulai respon terhadap makanan pada sore hari. Hewan ini menyukai bagian gelap dari sungai, biasanya hidup di lubuk di bawah pepohonan.

Nahh, itu dia Tanaman dan Hewan Khas dari Provinsi Sumatera Selatan bagaimana? beragam bukan kekayaan alam dari Negeri kita ini. Oke, mungkin cukup sekian dulu dari saya, semoga apa yang saya share ini bisa bermanfaat, kurang dan lebihnya saya mohon maap, jangan kapok buat mampir di blog sederhana ini :D, akhir kata Wassalamualaikum..

Sumber, sumber
Categories:

1 komentar: